Jumat, 11 Juli 2025

Menjaga Jati Diri Koperasi

 

Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 28 Mei 2014 yang membatalkan secara keseluruhan Undang-undang Nomor 17  tahun 2012 tentang Perkoperasian merupakan tamparan keras bagi pengambil kebijakan di negara ini.  Pembatalan ini mencerminkan bahwa pengambil kebijakan, paling tidak pemerintahan pada saat undang-undang tersebut dibuat, belum memiliki pemahaman yang benar tentang perkoperasian sebagaimana yang diinginkan oleh konstitusi negara.

Secara eksplisit kata “koperasi” tercantum di dalam penjelasan pasal 33 Undang-undang Dasar Negara Tahun 1945. Pada pasal ini konstitusi memberikan arahan bahwa perekonomian bangsa hendaknya mengutamakan usaha bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan. Dijelaskan bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan asas tersebut adalah koperasi, yang diharapkan mampu menciptakan demokrasi ekonomi guna menjamin kemakmuran bagi semua orang, bukan untuk orang seorang.  Jadi  kata kunci yang hendaknya digunakan sebagai asas pembentukan dan pengembangan koperasi adalah kekeluargaan. Pengabaian terhadap asas ini merupakan isu yang paling menonjol yang dijadikan  pertimbangan Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan keberadaan Undang-undang Nomor 17 tahun 2017. Oleh karena itu pengambil kebijakan harus paham betul dengan implementasi asas ini dalam penyusunan berbagai regulasi terkait dengan perkoperasian.

Kekeluargaan mencerminkan adanya ikatan sosial yang kuat di antara anggota koperasi. Asas kekeluargaan ini diwujudkan dalam bentuk saling percaya dan saling membantu. Kekeluargaan merupakan wujud rasa saling membutuhkan antar anggota, bukan hanya sekedar kebutuhan antara anggota kepada koperasi secara kelembagaan. Berbeda dengan perusahaan perseroan yang merupakan kumpulan modal finansial, koperasi merupakan kumpulan orang yang mengandalkan modal sosial.  Koperasi dikembangkan tidak semata untuk mencari keuntungan tetapi lebih diarahkan untuk sarana saling membantu guna mendukung usaha dan peningkatan kesejahteraan anggota. Oleh karena itu harus ada keterkaitan yang erat antara kegiatan koperasi dengan aktivitas usaha utama para anggotanya.

Terbongkarnya kasus 12 KSP (Koperasi Simpan Pinjam) yang diduga terlibat pencucian uang dengan nilai mencapai Rp 500 trilliun (Kompas, 14/2/2023) memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya rasa kekeluargaan dalam pengelolaan koperasi.  Ternyata KSP tersebut telah disalahgunakan oleh segelintir orang untuk mencari keuntungan melalui bisnis simpan pinjam layaknya lembaga jasa keuangan.  Segelintir orang yang bertindak sebagai pengurus inilah kemudian menghimpun dana dari anggota untuk dijadikan modal usaha, tentunya dengan iming-iming bunga simpanan yang tinggi.  Ternyata usaha ini tidak berjalan mulus  sehingga berakibat ribuan anggota koperasi kehilangan uang simpanan mereka. Kasus ini mencerminkan rendahnya pemahaman masyarakat kita tentang perkoperasian.  Disamping itu terlihat adanya celah regulasi dan pengawasan yang bisa dimanfaatkan oleh sekelompok orang dengan mengatasnamakan koperasi untuk tujuan bisnis yang tidak sejalan dengan asas kekeluargaan.

Menumbuhkan rasa kekeluargaan menjadi titik kritis yang menentukan keberhasilan pengelolaan suatu koperasi.  Ia hanya akan lahir melalui suatu proses kerjasama saling membutuhkan yang kemudian akan tumbuh menjadi bibit rasa kekeluargaan.  Sangat mustahil anggota suatu koperasi akan memiliki rasa kekeluargaan apabila dibentuk oleh sekelompok orang kemudian baru dicari anggotanya. Kelompok pembentuk inilah yang akan menentukan hitam putihnya organisasi serta menunjuk pengurus untuk menjalankan aktivitas koperasi.  Jelas koperasi seperti ini akan kehilangan jati dirinya  dan mudah lepas dari kepentingan anggota.  Anggota koperasi akan diperlakukan hanya sebagai nasabah yang harus mengikuti kebijakan kelompok pembentuk tersebut.

Idealnya para calon anggota sebelum membentuk koperasi telah memiliki hubungan kerjasama informal sehingga  mereka merasa perlu membentuk koperasi untuk memformalkan kerjasama tersebut.  Salah satu contoh bentuk kerjasama yang dapat dilanjutkan menjadi koperasi adalah kelompok tani atau gabungan kelompok tani.  Para petani yang sudah merasakan betul manfaat bekerjasama di dalam kelompok tani atau gabungan kelompok tani tentu akan  lebih mudah ditumbuhkan rasa kekeluargaan mereka ketika bergabung di dalam koperasi. 

Untuk menghadirkan koperasi sebagai pilar perekonomian bangsa tentu pemerintah perlu cermat betul dalam menyusun regulasi tentang perkoperasian yang senafas dengan konstitusi negara.  Asas kekeluargaan yang merupakan jati diri koperasi hendaknya dapat diejawantahkan secara konsisten dalam setiap regulasi sehingga diperoleh batas-batas  yang tegas untuk membedakan koperasi dengan badan usaha non koperasi lainnya.  Yang lebih penting lagi adalah agar jajaran pemerintahan dari pusat sampai ke daerah betul-betul memahami dan mampu mengimplementasikan regulasi tersebut dalam pembinaan dan pengawasan terhadap koperasi.  Adalah tugas kita bersama untuk menjaga jati diri koperasi.   

Kamis, 12 Juni 2025

Kamus Bahasa Daerah

 

Bahasa daerah merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa yang harus dijaga kelestariannya.  Kepunahan suatu bahasa daerah dapat terjadi karena habisnya penutur bahasa tersebut atau karena masuknya bahasa lain yang lebih dominan sehingga menggerus penggunaan bahasa daerah oleh penduduk setempat.  Oleh karena itu pedokumentasian bahasa daerah, terutama yang rentan terhadap kepunahan, perlu dilakukan sesegera mungkin.  Salah satu upaya pendokumentasian adalah penyusunan kamus bahasa daerah.

Belajar dari pengalaman saya sebagai penutur jati  di dalam tim penyusun Kamus Melayu Jambi Dialek Jambi Seberang – Indonesia, paling tidak ada empat hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan kamus bahasa daerah.  Pertama, tim penyusun harus terdiri dari ahli bahasa dan  penutur jati bahasa daerah tersebut.  Penutur jati ini hendaknya tidak hanya dijadikan sebagai narasumber tetapi sebagai anggota tim yang harus aktif terlibat di dalam setiap aktifitas penyusunan kamus.  Oleh karena itu ia harus juga mempunyai pemahaman kebahasaan yang memadai serta mampu berkomunikasi secara baik dengan anggota tim lainnya.  Kemampuan berkomunikasi seorang penutur jati ini penting agar anggota tim lainnya, terutama ahli bahasa, dapat secara paripurna memahami makna suatu kata atau frasa bahasa daerah yang dijadikan bahasa sumber.

Memaknai suatu kata atau frasa bahasa daerah seringkali mengalami kesulitan karena tidak adanya padanan langsung yang tepat di dalam bahasa sasaran.  Sebagai contoh kata jolak pada dialek Jambi Seberang secara harfiah diterjemahkan dengan mendorong dalam bahasa Indonesia. Sesungguhnya kata jolak bermakna mendorong dengan seketika seperti halnya seseorang mendorong temannya  yang berada di tepi sungai agar tercebur ke dalam air.  Sementara itu kata dorong  digunakan juga di dalam dialek Jambi Seberang seperti halnya norong mobil (mendorong mobil), yang berkonotasi mendorong dalam jangka yang relatif lama.  Makna yang tersirat di dalam suatu kata atau frasa seperti ini hanya bisa dirasakan oleh penutur jati yang seharusnya dapat ia jelaskan secara baik kepada anggota penyusun lainnya. 

Kedua, untuk melengkapi daya guna kamus sebaiknya dicantumkan atribut kebahasaan pada setiap lema dan sub lema.  Atribut ini setidaknya meliputi kelas kata (adverbia, adjektiva, nomina, numeralia, partikel, pronomina dan verba) dan ragam bahasa (arkais, hormat dan kasar).  Kelas kata penting artinya agar suatu kata digunakan pada konteks yang tepat di dalam kalimat.  Kadangkala ditemui suatu kata bahasa daerah berkelas tertentu sementara itu pada kata terjemahannya berkelas lebih dari satu atau sebaliknya. Dengan perbedaan kelas ini maka penggunaan kata tersebut tentu akan berbeda pula.  Sedangkan ragam bahasa diperlukan untuk menjelaskan kelayakan penggunaan suatu kata dalam situasi tertentu.  Kata dengan ragam arkais memberikan gambaran bahwa kata tersebut tidak lazim lagi digunakan saat ini.  Sedangkan ragam hormat dan kasar memberikan acuan tentang kapan sebaiknya kata tersebut digunakan.  Akan lebih bermanfaat lagi apabila setiap lema dan sub lema disertai juga dengan contoh kalimat sehingga orang dapat lebih memahami konteks pemakaiannya secara lebih baik. 

Ketiga,  seringkali ditemui pelafalan suatu kata bahasa daerah kurang tepat jika ditulis dengan menggunakan abjad bahasa Indonesia.  Sebagai contoh pelafalan huruf k pada setiap kata yang berakhiran k di dalam dialek Jambi Seberang selalu dilafalkan dengan bunyi glotal seperti halnya huruf hamzah dalam bahasa Arab. Oleh karena itu di dalam pelafalannya tidak tepat jika menggunakan huruf k melainkan dengan simbol Ɂ.  Selain itu ditemui juga bunyi huruf r yang pelafalannya tanpa menggetarkan lidah seperti huruf gh sehingga di dalam kamus digunakan simbol Ɍ.  Ada juga vokal yang dilafalkan antara bunyi huruf u dan o yang ditulis dengan simbol ʊ, serta vokal dengan lafal antara bunyi i dan e yang ditulis dengan simbol ɨ.   Mendokumentasikan pelafalan  secara benar penting dilakukan, jika tidak maka suatu kata bahasa daerah akan kedengaran “lucu” atau bahkan dapat bermakna lain.

Terakhir, di dalam penyusunan kamus untuk pendokumentasian bahasa daerah sebaiknya bahasa daerah tersebut dijadikan sebagai bahasa sumber.  Apabila bahasa daerah dijadikan bahasa sasaran maka kosakata bahasa daerah yang tidak memiliki padanan langsung dengan bahasa sumber akan berpeluang terlewatkan.     

Menjaga Jati Diri Koperasi

  Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 28 Mei 2014 yang membatalkan secara keseluruhan Undang-undang Nomor 17   tahun 2012 tentang Perkoper...