Senin, 29 Juni 2020

Mempersiapkan Petani Generasi Z


Sektor pertanian masih mempunyai peran penting di dalam perekonomian Indonesia.  Potensi sumber daya pertanian yang ada saat ini masih cukup besar.  Paling tidak  terdapat sekitar 8 Juta hektar lahan sawah, sekitar 18 juta hektar areal perkebunan kelapa sawit, kelapa dan  karet (BPS, 2018) serta jutaan hektar areal pertanaman berbagai komoditas pertanian lainnya.  Potensi sumber daya yang ada ini perlu dijaga keberlangsungannya agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan rakyat. 

Menjaga keberlangsungan sektor pertanian juga berarti menjaga kesejahteraan hampir 36 juta petani yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini (Kementan, 2018). Sumber daya manusia pertanian ini hanya akan bertahan sebagai petani apabila usaha pertanian dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Jika tidak, mereka akan beralih profesi ke usaha non pertanian seperti industri dan jasa non pertanian lainnya. Untuk itu maka usahatani harus dikelola secara lebih efesien sehingga komoditas pertanian kita memiliki daya saing yang tinggi. Dengan demikian maka membangun pertanian yang berdayasaing agar mampu meningkatkan kesejahteraan petani menjadi kata kunci dalam upaya menjaga keberlangsungan sektor petanian nasional kedepan.

Dari hasil Sensus Pertanian tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga pertanian di semua sub sektor menunjukkan angka penurunan dibandingkan hasil sensus tahun 2003.  Sampai batas tertentu, penurunan  ini masih dianggap wajar karena adanya proses industrialisasi, yang berakibat berpindahnya tenaga kerja pertanian ke sektor industri.  Namun, apabila perpindahan ini tidak terkendali akan berpotensi menurunkan produksi pertanian dan mengancam keberlangsungan sektor pertanian.  Dampak negatif yang paling dikhawatirkan  adalah akan semakin meningkatnya ketergantungan negara kita terhadap produk pertanian impor, yang tentunya akan sangat berbahaya terhadap ketahanan nasional.

Kekhawatiran terhadap keberlangsungan sektor pertanian semakin mengemuka bila dilihat dari fakta rendahnya minat generasi muda yang terjun ke dunia pertanian.  Data Kementerian Pertanian pada Februari 2018 menunjukkan bahwa hanya sekitar 11% penduduk berumur 15 – 24 tahun yang bekerja pada sektor pertanian, sisanya berumur 25 tahun keatas, malah terdapat sekitar 19% yang berumur lebih dari 60 tahun. Kondisi ini semakin diperparah dengan mayoritas (86%) tenaga kerja sektor pertanian tersebut berpendidikan sekolah dasar.  Hanya 13% yang berpendidikan sekolah menengah atas.  Dengan demikian dapat dimaklumi akan cukup sulit mengandalkan sumber daya petani yang ada saat ini untuk  mampu berkreasi menghasilkan inovasi guna memecahkan berbagai permasalahan yang mereka hadapi sekaligus meningkatkan daya saing  sektor pertanian. 

Pertanian Moderen

Untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian, mau tidak mau usahatani kita harus dilakukan melalui penerapan pola pertanian moderen.  Paling tidak ada dua  aspek yang menjadi fitur pertanian moderen yaitu: pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi usahatani dan kelembagaan petani yang kuat untuk meningkatkan posisi tawar petani. Ketersediaan teknologi tepat guna yang terjangkau oleh petani menjadi faktor penentu agar petani dapat menghasilkan produk pertanian dengan produktivitas yang optimal. Untuk itu petani harus memiliki pengetahuan tentang pengelolaan usahatani yang baik serta akses untuk memperoleh  sarana produksi serta peralatan dan mesin  pertanian yang mereka butuhkan.

Informasi tentang teknologi anjuran dewasa ini tidak sulit didapat oleh petani.  Dengan  memanfaatkan teknologi informasi, petani yang bermukim di pelosok negeri sekalipun mempunyai kemudahan untuk memperoleh informasi tentang berbagai teknologi pertanian yang mereka butuhkan.  Hanya saja untuk menerapkan suatu teknologi  di lapangan bukanlah perkara yang sederhana.  Perlu proses agar suatu teknologi anjuran layak diadopsi oleh petani. Petani harus melakukan kaji terap untuk menguji kesesuaian suatu teknologi serta melakukan kalkulasi tingkat keuntungan pemanfaatan teknologi tersebut.  Disamping itu, apabila suatu teknologi membutuhkan sarana produksi pertanian  yang belum tersedia di sekitar mereka maka  petani harus memiliki akses kepada penyedia sarana produksi yang dibutuhkan tersebut.    

Kelembagaan petani yang kuat dibutuhkan agar petani memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam setiap transaksi usahatani mereka.  Kelembagaan yang baik merupakan sarana bagi petani untuk membuat berbagai kesepakatan berkenaan dengan usahatani mereka seperti  mengatur pola tanam agar ketersediaan produk pertanian dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pasar, baik dari aspek kualitas, jumlah maupun waktunya.  Disamping itu, kelembagaan petani yang kuat dapat mempermudah petani dalam membentuk unit-unit usaha bersama guna memutus rantai tata niaga pertanian yang kurang efisien, baik dalam penyediaan sarana produksi maupun pemasaran hasil pertanian.

Penerapan teknologi anjuran dan kelembagaan petani yang kuat menjadi dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.  Ketersediaan teknologi anjuran yang mampu meningkatkan produktivitas pertanian tidak akan diterapkan secara berkelanjutan apabila petani tidak mendapatkan marjin usahatani yang adil.  Fakta yang sering ditemui di lapangan, harga sarana produksi yang terus melonjak ternyata tidak diikuti dengan kenaikan harga jual hasil produksi petani. Penyebabnya adalah karena petani hanya berperan sebagai penerima harga (price taker)  baik dalam penyediaan sarana produksi maupun pemasaran hasil panen.  Disinilah salah satu peran  penting kelembagaan petani yaitu menguatkan posisi tawar petani agar bergeser menjadi penentu harga (price maker).  

Menilik berbagai permasalahan yang dihadapi petani dalam meningkatkan daya saing pertanian maka permasalahan yang berkaitan dengan kelembagaan petani menjadi aspek yang layak mendapat prioritas.  Kelembagaan yang kuat diharapkan akan memperkuat posisi tawar mereka. Hanya dengan posisi tawar yang kuatlah petani akan mendapatkan marjin usahatani yang adil, yang selanjutnya  akan memicu petani untuk meningkatkan produktivitas melalui adopsi teknologi anjuran. Oleh karena itu menumbuhkembangkan kelembagaan petani yang kuat dalam menunjang pertanian moderen merupakan suatu keniscayaan.

Kita tidak bisa banyak berharap banyak dengan model kelembagaan petani seperti yang ada saat ini.  Dengan arus tata niaga pertanian yang sudah mencakup wilayah nasional bahkan internasional maka kelembagaan petani seharusnya mempunyai cakupan wilayah kerja yang sama.  Kelompok tani atau koperasi tani sudah tidak efektif lagi jika hanya memiliki wilayah kerja dalam satu atau beberapa desa tetapi harus mempunyai jejaring kerjasama paling tidak sampai pada tingkat nasional.  Untuk mengelola kelembagaan petani seperti ini tentu dibutuhkan sumber daya petani yang memiliki kemampuan manajemen kelembagaan petani yang memadai.  Selain itu juga memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi informasi karena hanya dengan memanfaatkan teknologi ini maka jejaring kelembagaan petani dapat dikembangkan secara lebih efektif dan efisien.

SDM Petani

Menghadapi  ancaman keberlanjutan pertanian nasional kedepan, terutama yang melibatkan petani kecil, maka perlu upaya revitalisasi pertanian ke arah penerapan pertanian moderen.  Untuk mendukung revitalisasi ini perlu upaya perbaikan mutu SDM petani agar mereka mampu membangun kelembagaan yang kuat serta menerapkan teknologi anjuran.    Tentu sangat mustahil proses ini dapat diterapkan dengan mengandalkan   petani dengan mutu yang ada saat ini.  Oleh karena itu perbaikan mutu SDM petani  sangat tertumpu pada proses regenerasi petani.  Apabila proses regenerasi ini tidak berjalan dengan baik maka akan sangat sulit untuk berharap pertanian kita dapat berkelanjutan dalam jangka panjang.

Dalam rentang waktu beberapa dekade ke depan  Generasi Z (penduduk kelahiran 1995 – 2010) kita sudah akan mulai masuk ke pasar kerja.  Mereka inilah yang nantinya secara bertahap akan menggantikan tenaga kerja pertanian yang ada saat ini.   Tentu kita berharap proses regenerasi tenaga kerja ini dapat berjalan disertai dengan peningkatan kualitas SDM pertanian.  Pertanyaannya, apakah kita sudah memiliki rancang bangun yang memadai untuk menyiapkan generasi ini menjadi petani moderen kelak.

Ada beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian dalam menyiapkan proses regenerasi petani ini.  Paling tidak, petani yang saat ini didominasi oleh tamatan sekolah dasar secara bertahap dapat diganti oleh petani yang berpendidikan lebih tinggi sehingga kemampuan petani untuk mengadopsi pertanian moderen dapat lebih meningkat.  Penyediaan pendidikan kejuruan pertanian tentu sangat membantu dalam penyediaan SDM terampil.  Hanya saja kurikulum pendidikan kejuruan pertanian hendaknya tidak semata memberikan bekal dalam aspek budidaya pertanian tetapi juga tentang pemasaran dan kelembagaan petani.  Selain itu perlu  juga perlu pengenalan teknologi informasi, yang diharapkan akan menjadi alat bantu yang efektif dalam penerapan pertanian moderen.

Keberadaan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) merupakan salah satu harapan dalam penyiapan SDM terampil.  Hal ini telah dikukuh di dalam RPJMN yang menggariskan bahwa pendidikan SMK akan dikembangkan sejalan dengan kegiatan ekonomi utama daerah.  Namun, faktanya ketersediaan SMK di wilayah dengan kegiatan ekonomi utama pertanian tidak sejalan dengan kebijakan tersebut.  Sebagai contoh, di sepuluh provinsi di Sumatera dengan kegiatan ekonomi utama sektor pertanian ternyata belum tersedia secara memadai SMK yang mengampu bidang keahlian pertanian.  Dari 2.972 SMK negeri dan swasta yang ada di sepuluh provinsi tersebut, hanya 474 SMK atau 16%  yang memiliki bidang keahlian Agrisbisnis dan Agroteknologi.  Bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa serta Bisnis dan Manajamen ternyata menjadi jurusan favorit bagi siswa SMK di daerah ini, sama seperti yang ditemui di pulau Jawa dimana sektor industrinya memang relatif lebih berkembang.

Menata pendidikan SMK agar dapat mendukung pengembangan pertanian perlu mendapatkan perhatian dalam rangka menyiapkan petani Generasi Z kita.  Tenaga terampilan lulusan SMK dengan bidang keahlian pertanian merupakan salah satu potensi SDM dalam pengelolaan pertanian moderen. Penataan pendidikan SMK ini tidak saja dilakukan melalui penyediaan sarana pendidikan yang bermutu tetapi harus disertai dengan peningkatan minat lulusan SLTP untuk melanjutkan pendidikan ke SMK bidang keahlian pertanian.  Untuk itu pengenalan potensi perekonomian daerah hendaknya menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dasar.

Kiat Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah