ABSTRAK
Studi pendahuluan ini
merupakan suatu penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat kinerja kelompoktani di Provinsi Jambi dengan
menggunakan metode yang sederhana. Pengumpulan
data dilakukan dengan metode tidak langsung melalui menyebarkan angket kepada 291
responden yaitu PPL yang membina kelompoktani di sepuluh kabupaten /
1. Pendahuluan
Perubahan paradigma pembangunan
pertanian
Sedikitnya ada tiga alasan mengapa
diperlukan kelompoktani dalam pembangunan pertanian di pedesaan
Saat ini di Provinsi Jambi terdapat 6.287 kelompoktani (BBKP, 2003). Hanya saja tidak ditemui adanya informasi yang layak mengenai kinerja kelompotani yang ada, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Salah satu kesulitan dalam menyediakan informasi mengenai kinerja kelompoktani adalah dikarenakan indikator yang digunakan selama ini yaitu Lima Jurus Kelompok bersifat sangat kualitatif sehingga relatif sulit diukur. Guna mendapatkan gambaran umum mengenai kinerja kelompoktani yang ada di Provinsi Jambi maka dilakukan penelitian ini. Penelitian ini disebut sebagai studi pendahuluan karena aspek yang dikaji hanya berupa kinerja manajemen internal kelompok yang mudah diamati secara kuantitatif saja. Selain itu metode pengumpulan data dilakukan secara tidak langsung melalui PPL selaku petugas pembina kelompoktani.
2. Metode Penelitian
Format penelitian ini sebagaimana
yang digariskan oleh Faisal (2003) merupakan penelitian deskriptif, untuk
mengetahui kondisi dan kinerja kelompoktani yang ada di Provinsi Jambi. Pendekatan yang digunakan adalah survey dengan
unit studi adalah kelompoktani. Metode
pengumpulan data melalui pengiriman angket kepada PPL yang membina
kelompoktani. Angket ini berisi enam
pertanyaan yang menyangkut kelompok binaan responden yaitu jumlah kelompok dan
desa binaan, kelas kelompok, jumlah anggota kelompok, pertemuan rutin, modal
kelompok; dan pergantian kepengurusan kelompok (contoh angket terlampir). Pengiriman angket kepada responden dilakukan melalui
instansi pembina PPL di tingkat kabupaten /
Responden ditentukan secara tidak
sengaja atau incidental sampling (Faisal,
2003; Shahab, 2003) pada saat PPL hadir di kantor pembina kabupaten /
Salah satu keterbatasan metodologis penelitian ini adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara tidak langsung pada objek penelitian. Dengan metode ini akurasi data yang dikumpulkan sangat tergantung pada kejujuran, daya ingat dan independensi PPL selaku responden. Guna mengurangi bias akibat ketidak tahuan responden maka pada angket diberikan juga alternatif jawaban “tidak tahu”, untuk menunjukkan bahwa responden tidak tahu atau tidak ingat dengan informasi yang ditanyakan.
2. Hasil dan Pembahasan
a. Responden
Dari 500
angket yang dikirimkan ke sepuluh kabupaten / kota yang ada di Provinsi Jambi sampai
dengan pertengahan Desember 2004 telah kembali sebanyak 291 angket yang layak
untuk diolah. Jumlah kelompoktani, PPL
pembina kelompoktani dan responden masing-masing kabupaten /
Tabel 1. Jumlah PPL Pembina Kelompoktani, Kelompoktani dan Jumlah Sampel Studi Pendahuluan Kinerja Kelompoktani di Provinsi Jambi
Kabupaten / |
Jumlah PPL Pembina * |
Jumlah Kelompoktani ** |
Jumlah Sampel |
|
PPL |
Kelompoktani |
|||
Kota Jambi Batang Hari Muaro Jambi Bungo Tebo Merangin Sarolangun Tanjab Barat Tanjab Timur Kerinci |
25 84 86 115 85 142 82 82 77 145 |
145 737 483 653 657 875 708 360 769 900 |
12 26 23 34 45 24 49 35 22 21 |
53 167 139 221 275 152 434 337 295 253 |
Jumlah |
923 |
6.287 |
291 |
2.326 |
Keterangan:
* Data diolah dari berbagai sumber yang menunjukkan hanya jumlah PPL yang secara langsung membina kelompoktani di lapangan pada saat penelitian
** Sumber data BBKP, 2003
b. Kelas dan Keanggotaan Kelompok
Dari 2.326 kelompoktani yang dibina oleh responden ditemui 17 kelompok (0,74%) yang merupakan kelompoktani kelas utama; 188 kelas madya (8,15%); 806 kelas lanjut (34,94%); 928 kelas pemula (40,23%); dan 368 belum dikukuhkan (15,95%). Sedangkan jumlah anggota setiap kelompok sebagian besar (57,08%) sebanyak 20 – 30 orang. Sisanya dengan jumlah anggota <10 orang sebanyak 1,08%; 10 – 20 orang sebanyak 20,36%; 30 – 40 orang sebanyak 16,68%; 40 -50 orang sebanyak 2,64%; dan >50 orang sebanyak 2,16%. Jumlah anggota per-kelompok yang ditemui pada penelitian ini cukup baik, sebagaimana direkomendasikan oleh Heim (1990) yaitu antara 20 – 40 orang, dan tidak melebihi 60 orang. Walaupun hasil pengkajian Oxby (1983) bahwa jumlah anggota kelompok bukan merupakan faktor yang penting terhadap aktivitas dan keberlangsungan kelompoktani.
c. Pertemuan Rutin
Sebagian besar (53,02%) kelompoktani tidak mempunyai kegiatan pertemuan rutin. Sedangkan sisanya mempunyai kegiatan pertemuan rutin dengan rincian: 5,90% kelompok melakukan pertemuan rutin setiap minggu; 30,50% setiap bulan; dan 10,58% setiap dua bulan. Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar kelompoktani belum berfungsi secara baik sebagai wadah interaksi petani. Interaksi kelompok ini hanya dapat berjalan baik jika kelompok memiliki pertemuan rutin. Pertemuan rutin lebih memberikan nuansa demokratis bagi anggota kelompok, daripada yang bersifat insidentil dimana inisiatif pertemuan cenderung dibuat oleh pengurus saja. Menurut Sukaryo (1983) efektivitas kelompoktani sangat dipengaruhi oleh tingkat interaksi antar anggota kelompok. Melalui interaksi internal inilah tercipta diskusi, kesimpulan dan keputusan untuk menerapkan teknologi anjuran, menjaga loyalitas, dan memantau dan mengevaluasi program kerja kelompok tersebut secara berkala.
d. Pemupukan Modal
Pemupukan modal kelompok dicerminkan dari besarnya modal yang dikelola oleh kelompoktani. Aspek ini merupakan salah satu faktor penentu dari Lima Jurus Kemampuan Kelompoktani. Didapat sebagian besar kelompok (58,12%) kelompok tidak mengelola uang kas. Sedangkan kelompok yang mengelola uang kas < Rp 1 juta sebanyak 22,94%; Rp 1 – 10 juta sebanyak 16,30%; Rp 10 – 50 juta sebanyak 2,37%; Rp 50 -100 juta sebanyak 0,21%; dan > Rp 100 juta sebanyak 0,05%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas kelompoktani belum berperan secara baik sebagai wadah kerjasama ekonomi petani, terutama untuk menjadi lembaga ekonomi mikro. Llanto dan Balkenhol (1996) menyimpulkan bahwa penyaluran kredit secara berkelompok dan jaminan kelompok merupakan cara yang efektif dalam mengatasi kendala agunan dalam penyediaan kredit untuk kreditor mikro.
e. Pergantian Pengurus
Peran
pengurus dalam pengambilan keputusan kelompoktani sangat dominan yaitu lebih
dari 70% dibandingkan dengan partisipasi anggota (Sukaryo, 1983). Oleh karena itu pergantian kepengurusan
secara rutin akan menjamin lahirnya keputusan kelompoktani yang lebih
demokratis. Pada penelitian ini didapat sebanyak 66,70% kelompoktani melakukan
pergantian kepengurusan dalam periode waktu yang tidak menentu. Sementara itu 4,57% kelompok melakukan
pergantian setiap tahun; 4,82% setiap dua tahun; 7,72% setiap tiga tahun; 3,60%
setiap empat tahun; dan 7,77% setiap lima tahun. Dengan demikian sebagian besar kelompoktani
menunjukkan indikasi kurang berperan sebagai wadah pengambil keputusan secara
demokratis.
f. Jawaban “tidak tahu”
Dari hasil penelitian ini didapat
jawaban “tidak tahu” dari sejumlah responden.
Jawaban ini menunjukkan bahwa responden tidak ingat atau tidak
mengetahui mengenai informasi yang berkaitan dengan sebagian atau seluruh kelompoktani
binaan mereka. Informasi yang di jawab
“tidak tahu” oleh responden meliputi: (a) tentang kelas kelompok dijawab oleh 5
responden (1,72%) terhadap 19 kelompoktani; (b) tentang pertemuan rutin kelompok
dijawab oleh 33 responden (11,34%) terhadap 200 kelompoktani; (c) tentang
pemupukan modal kelompok dijawab oleh 57 responden (19,59%) terhadap 417
kelompoktani; dan (d) tentang pergantian pengurus kelompok dijawab oleh 60
responden (20,62%) terhadap 450 kelompoktani.
Sungguhpun jumlah jawaban “tidak tahu” ini tidak terlalu besar tetapi angka ini menunjukan indikasi cukup menonjolnya kasus kekurang pedulian responden selaku PPL terhadap kelompoktani binaanya. Hal ini dapat dimaklumi karena kegiatan yang berkaitan dengan pembinaan kelompoktani memang kurang dihargai sebagai indikator kinerja PPL. Sebagai contoh dapat dilihat dari nilai angka kredit untuk kegiatan menumbuhkan kelompoktani diberi nilai 0,625; sedangkan kegiatan meningkatkan kemampuan kelompoktani diberi nilai 0,144 – 0,720. Angka ini tentunya relatif kecil jika dibandingkan dengan nilai yang diberikan terhadap kegiatan mengikuti Diklat selama 2 minggu yaitu dengan nilai 2.
3. Kesimpulan dan Saran
a.
Dengan menggunakan tiga
indikator sederhana yaitu pertemuan rutin, pemupukan modal dan pergantian rutin
pengurus kelompok, secara umum
disimpulkan bahwa kinerja kelompoktani di Provinsi Jambi masih relatif rendah;
b.
Terdapat indikasi menonjolnya
jumlah PPL yang melaksanakan kegiatannya dengan tidak berorientasi pada
pembinaan kelompoktani sebagai basis pembinaan pertanian. Hal ini dibuktikan masih ditemui sejumlah PPL
yang tidak mengetahui kondisi kelompoktani binaanya, sekalipun mengenai hal-hal
yang sederhana;
c.
Perlu dilakukan inventarisasi
ulang terhadap kinerja kelompoktani di Provinsi Jambi dengan cara yang lebih
komprehensif untuk mendapat data yang lebih akurat mengenai kondisi
kelompoktani yang ada;
d.
Perlu dilakukan reorientasi
kebijakan instansi pembina pembangunan pertanian untuk lebih memposisikan peran
kelompoktani dalam menunjang kegiatan pembangunan pertanian, terutama di
pedesaan;
e. Perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap indikator kinerja PPL, terutama yang berkaitan dengan pembinaan kelompoktani agar dapat memberikan insentif yang lebih rasional atas kinerja PPL dalam pembinaan kelompoktani.
Daftar Pustaka
Adjid, D. A. 1981. Kelompoktani: Pembuka Cakrawala dan Sekaligus
Penggerak bagi Terwujudnya Pertanian Rakyat yang
Selalu Maju. dalam Dasar-dasar Pembinaan Kelompoktani dalam Intensifikasi
Tanaman Pangan. 159-170.
Satuan Pengendali Bimas.
BBKP. 2003. Programa Penyuluhan Pertanian Provinsi Jambi Tahun 2003. Badan Bimas Ketahanan Pangan Provinsi Jambi.
Deptan. 1989. Pedoman Pembinaan Kelompoktani. Departemen Pertanian.
Deptan. 1993. Buku Pintar Penyuluhan Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.
Faisal, S. 2003.
Format-format Penelitian Sosial.
Rajawali Pers.
Heim, F. G.
1990. How to Work with Farmers: A Manual for Field Workers, Based onthe Case of
Llanto, G.M. dan
Balkenhol, B. 1996. Asian Experience on Collateral Substitutes: Breaking Barriers
to Formal Credit. 1 – 33. Apraca – ILO.
Martaamidjaja,
A.S. 1993. Agricultural Extension System in
Oxby, C. 1983.
“Farmer Groups” in Rural Areas of the
Shahab, Y. 2003. Metode Kuantitatif: Materi Pelatihan
Penelitian Sosial. CEIA Center for East Indonesian
Affairs),
Sukaryo, D.G.
1983. Farmer Participation in the Training and Visit
System and the Role Of the Village Extension Workers:
Experience in
(Makalah ini
disampaikan pada Seminar Nasional Pengelolaan Lahan dan Tanaman Terpadu dan
Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi tanggal
13 – 14 Desember 2004 diselenggarakan Oleh
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar